Cari Blog Ini
Blog pribadi. Berisi opini ringan dan pendek. Dengan gaya bahasa yang tentunya tidak KBBI. Tentang hukum, pemerintahan, dan apa saja yang lagi kepikiran saat itu. Sshhh..
Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
ORANG-ORANG YANG KITA CINTAI ADALAH BOOSTER
PADA bulan September 1945 Joe O’Donnell, seorang fotografer militer
Amerika Serikat (AS), diterbangkan oleh angkatan udara menuju Jepang. Ia diberi
tugas khusus untuk memotret kondisi Hiroshima dan Nagasaki pasca kedua kota
besar Jepang itu dijatuhi bom nuklir. Selama 7 bulan berkeliling, Joe terkejut karena
sebagian besar korban bom itu ternyata adalah warga sipil. Penggambarannya
untuk lokasi-lokasi yang sudah ia kunjungi hanyalah kematian, kehilangan dan
derita yang sudah terlanjur terjadi.
Di antara sangat banyak kisah pilu yang ia rekam, salah satu fotonya kini
menjadi simbol perdamaian di Jepang. Foto itu, Boy Standing at The Crematory, adalah seorang bocah sepuluh tahunan
yang menggendong mayat adiknya dengan posisi berdiri menunggu antrian untuk
dikremasi. Joe bercerita:
“Saya melihat seorang
anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun lewat. Dia menggendong bayi di
punggungnya.
Pada masa itu di Jepang,
kita sering melihat anak-anak bermain dengan adik laki-laki atau perempuan
mereka di punggung mereka, tetapi anak laki-laki ini jelas berbeda. Aku bisa
melihat bahwa dia datang ke tempat ini untuk alasan yang serius. Dia tidak
memakai sepatu. Wajahnya keras. Kepala kecil itu dimiringkan ke belakang
seolah-olah bayi itu tertidur lelap. Anak laki-laki itu berdiri di sana selama
lima atau sepuluh menit.
Para pria bertopeng putih
berjalan ke arahnya dan diam-diam mulai melepaskan tali yang menahan bayi itu.
Saat itulah saya melihat bayi itu sudah mati.
Orang-orang memegang
tubuh dengan tangan dan kaki dan meletakkannya di atas api.
Anak laki-laki itu
berdiri tegak di sana tanpa bergerak, mengamati kobaran api.
Dia menggigit bibir
bawahnya begitu keras hingga mengeluarkan darah.
Nyala api menyala rendah
seperti matahari terbenam.
Bocah itu berbalik dan berjalan
diam-diam pergi.”
Saya tidak pandai membaca gestur dan ekspresi manusia. Tapi kalau Jepang
menjadikan foto ini sebagai simbol perdamaian karena melihat penderitaan yang melalui foto itu,
saya justru lebih banyak bocah ini sedang memperlihatkan kekuatannya. Maksud
saya, ia memperlihatkan hati yang kuat.
Bayangkan, ada setidaknya 129 ribu jiwa dinyatakan tewas dengan dampak
lanjutan sekitar 90 ribu – 146 ribu orang di Hiroshima dan 39 ribu – 80 ribu di
Nagasaki meninggal 4 bulan pertama setelahnya (Wikipedia). Bapak dan mama si
bocah sangat mungkin adalah dua dari ribuan orang Nagasaki yang sedang bekerja
di pabrik atau di pasar ketika bom meledak. Mungkin juga saat bom meledak si
bocah memang sedang menjaga adiknya di rumah mereka yang jaraknya cukup jauh
dari pusat ledakan, tapi cukup dekat bagi radiasi nuklir untuk membunuh adiknya
yang masih bayi. Karena menurut sebagian literatur, setelah foto itu berhasil
dibuat dalam versi berwarna para dokter mengidentifikasi tanda-tanda mata si
bocah telah terkena dampak radiasi yang cukup kuat. atau mungkin juga kejadian
lain yang lebih ngeri dari itu.
Si bocah kehilangan orang-orang yang dia cintai. Tubuhnya yang kecil
harus menanggung beban emosional yang demikian hebat. Satu-satunya yang tersisa
adalah jasad adiknya, saudaranya, orang yang dalam dagingnya mengalir darah
yang sama dengan yang dia punya. Entah apa yang ada di dalam pikiran dan
perasaannya saat itu. Tapi yang jelas, dia sudah menalan rasa sakitnya
dalam-dalam demi mengantar orang yang dia cintai itu ke kediaman terakhirnya
yang paling pantas.
Orang-orang yang kita cintai adalah booster.
***
ADA juga kisah cinta yang lain dari lereng Semeru pada Desember 2021
lalu.
"Tadi pagi kan saya cari adik
ipar sama ponakanku. Pas bongkar rontokan tembok dapur, terus tangannya
kelihatan dan langsung kami bersihkan dan dibawa ke rumah untuk dimakamkan."
kesaksian Legiman, orang yang pertama kali menemukan jasad Rumini (28) dan
Salamah (71) (kompas.com).
Saat gunung tertinggi di tanah Jawa itu meletus Rumini sebenarnya bisa saja lari meninggalkan rumah untuk menyelamatkan diri. Tapi itu artinya Rumini juga akan meninggalkan ibunya yang rentan dan sudah tidak sanggup berjalan. Rumini adalah seorang istri dan juga ibu. Dia jelas punya banyak orang untuk dicintai. Tapi di detik-detik bencana itu terjadi, kalkulasi pikiran dan perasaannya mungkin melihat cinta kepada sang ibu sedang dalam kondisi yang sangat mendesak. Rumini memutuskan tetap menemani - cintanya - ibunya di dalam rumah di saat semua orang sedang berlari menjauhi Semeru. Rumini dan ibunya kemudian ditemukan tertimbun abu vulkanik setebal 2 meter dalam posisi saling berpelukan.
***
KENYATAANNYA, kita hidup untuk apa yang kita cintai.
Orang muda boleh saja punya daftar cita-cita yang panjang. Tapi begitu
dia menikah dan punya anak, praktis, cita-citanya tinggal satu: kebahagiaan
anaknya. Semua usaha akan diarahkan kesana, mengesampingkan dirinya sendiri. Ini
banyak terjadi, silahkan cek sendiri pada kakak atau tetangga anda yang sudah
lebih dulu menikah.
Tukang parkir di warkop dekat kantor pernah bercerita kepada saya. Katanya,
dia selalu menunggu hari jumat karena hari itu selalu ada saja orang baik yang
bagi-bagi makanan gratis. “Tapi bukan
buat saya, bang. Saya lihat itu enak-enak, sih, tapi selalu saya simpen buat
istri ama anak. Saya mah warteg aja
udah cukup, alhamdu lillah.” Katanya, ia selalu puas dengan senyum anak dan
istrinya yang selalu menerima apapun yang ia berikan.
Kyai Haji Abdurrahman Wahid, jika kalian kalian pernah nonton
wawancaranya di Kick Andy, pernah
menuturkan alasannya maju sebagai Presiden di tahun 1999. Andy heran mengapa
Gus Dur yang menurutnya lebih pantas menjadi Guru Bangsa itu malah mau menceburkan
diri ke urusan politik yang tidak jelas.
“Saya diperintah oleh 5 orang sesepuh saya. Itu saja. Kalau memerintahkan
apa saja (termasuk untuk) masuk api, (maka saya akan) masuk api.” Jawab Gus Dur
santai.
“Tanpa perlu berpikir?”
“Tanpa perlu berpikir!” tegas Gus Dur.
Gus Dur pasti sangat mencintai sesepuhnya, gurunya. Hidupnya hanya untuk
menjalankan perintah gurunya.
Kenyataannya, kita memang hidup untuk apa yang kita cintai. Semakin besar
objek cinta itu, semakin besar usaha untuknya. Bayangkan anda sedang bercerita
dengan tetangga di depan rumahnya dan tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Anda
segera lari masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian anda sadar telah melupakan
pulpen anda di halaman rumahnya. Apakah anda akan berlari keluar untuk
mengambilnya?
Samakan ilustrasinya, hujan deras dan anda lupa membawa masuk sesuatu ke dalam rumah. Tapi objeknya kita ganti. Bukan pulpen, melainkan naskah skripsi atau laporan tahunan kantor. Saya hampir yakin semua orang akan melakukan hal yang sama: basah demi menyelamatkan naskah skripsi atau laporan kantornya. Mengapa usaha untuk ini lebih besar dari usaha untuk pulpen? Karena naskah skripsi itu sangat berharga. Semakin besar objek cinta itu, semakin besar usaha untuknya.
***
RUPANYA apa yang kita cintai juga menentukan tujuan hidup. Mengarahkan kepada
apa kita bersemangat. Orang-orang yang cinta pada ilmu akan menghabiskan
waktunya menjadi guru yang ikhlas. Orang yang cinta pada gelar juara akan hidup
menjadi petarung. Dan anak yang suka pada pretasi akan menghabiskan
malam-malamnya dengan belajar.
Hati-hati jatuh cinta karena ia mengarahkan kepada apa kita bersemangat,
maka jangan jatuh cinta pada uang agar saat menjadi pejabat anda tidak korupsi.
Jangan juga jatuh cinta pada pornografi karena anda akan menghabiskan waktu
dengan masturbasi. Jatuh cinta pada narkoba jelas akan membikin kita menjadi
pecandu. Segeralah jauhi tetangga yang cinta pada kegagalan orang lain biar
hidupmu tidak penuh dengan nyinyir atas keberhasilan orang-orang. Akhiri juga
pertemanan mu di media sosial dengan akun-akun yang suka pada desas desus biar timelinemu tidak penuh dengan hoax.
***
MILIKILAH seseorang untuk cintai. Sesuatu yang pantas untuk
diperjuangkan mati-matian. Anda akan bertahan hidup.
Ada sangat banyak contoh untuk ini. Dalam “Doa Pengobral Dosa”, Iwan
Fals bercerita tentang doa seorang perempuan “Habis
berbatang-batang tuan belum datang - Dalam hati resah menjerit bimbang - Akankah
esok hari anak-anak ku dapat makan - Oh Tuhan beri setetes rejeki.”
Cinta menjadi rumus bertahan hidup yang paling ampuh. Yang membikin
bapak berani ambil resiko kerja bergelantungan menjadi teknisi tower/menara yang
tingginya puluhan sampai ratusan meter. Yang membikin mama rela bekerja menjadi
TKW di luar negeri untuk biaya sekolah anaknya di kampung. Tanpa bermaksud
mendiskreditkan, tentara hari ini mungkin sudah punya gaji. Tapi mereka yang
hidup di zaman penjajahan dulu benar-benar berani dan rela mati bergerilya
mempertahankan tanahnya.
Saya kenal seorang PNS berumur 50an yang beberapa tahun lalu sering
mendapat panggilan tugas di luar daerah. Jaraknya cukup jauh, ratusan kilometer.
Medannya juga harus menyebrangi laut dan beberapa kali mengganti angkutan
darat. Kadang, jika urusan dinasnya selesai sore atau malam, teman-teman tugasnya
memutuskan untuk menginap di kota saja dan akan pulang besok pagi. Selain karena
angkutan umum yang sulit didapat saat malam, juga karena harus menyeberangi laut.
Tapi orang ini berbeda. Meskipun sendiri, dia selalu memutuskan untuk pulang
saat itu juga, bagaimanapun caranya. Katanya “saya, kan, ada rumah di kampung”. Tempat pulangnya yang paling
nyaman, istri dan anaknya, saya pikir.
Alan Sapda / Oktober 2022
_Imma rip this shit, till my bones collapse_ Eminem
Postingan Populer
MENGAPA DALAM DEMOKRASI HARUS ADA OPOSISI?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
SEJARAH INDONESIA IALAH SEJARAH PELEBURAN EGO
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar