Langsung ke konten utama

Unggulan

PIDATO LENGKAP BUNG KARNO TENTANG DASAR NEGARA DI DALAM SIDANG BPUPKI

  Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-haL yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: " Philosofische grondslag " daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiw...

ORANG-ORANG YANG KITA CINTAI ADALAH BOOSTER

 



PADA bulan September 1945 Joe O’Donnell, seorang fotografer militer Amerika Serikat (AS), diterbangkan oleh angkatan udara menuju Jepang. Ia diberi tugas khusus untuk memotret kondisi Hiroshima dan Nagasaki pasca kedua kota besar Jepang itu dijatuhi bom nuklir. Selama 7 bulan berkeliling, Joe terkejut karena sebagian besar korban bom itu ternyata adalah warga sipil. Penggambarannya untuk lokasi-lokasi yang sudah ia kunjungi hanyalah kematian, kehilangan dan derita yang sudah terlanjur terjadi.

 

Di antara sangat banyak kisah pilu yang ia rekam, salah satu fotonya kini menjadi simbol perdamaian di Jepang. Foto itu, Boy Standing at The Crematory, adalah seorang bocah sepuluh tahunan yang menggendong mayat adiknya dengan posisi berdiri menunggu antrian untuk dikremasi. Joe bercerita:

 

“Saya melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar sepuluh tahun lewat. Dia menggendong bayi di punggungnya.

 

Pada masa itu di Jepang, kita sering melihat anak-anak bermain dengan adik laki-laki atau perempuan mereka di punggung mereka, tetapi anak laki-laki ini jelas berbeda. Aku bisa melihat bahwa dia datang ke tempat ini untuk alasan yang serius. Dia tidak memakai sepatu. Wajahnya keras. Kepala kecil itu dimiringkan ke belakang seolah-olah bayi itu tertidur lelap. Anak laki-laki itu berdiri di sana selama lima atau sepuluh menit.

 

Para pria bertopeng putih berjalan ke arahnya dan diam-diam mulai melepaskan tali yang menahan bayi itu. Saat itulah saya melihat bayi itu sudah mati.

 

Orang-orang memegang tubuh dengan tangan dan kaki dan meletakkannya di atas api.

 

Anak laki-laki itu berdiri tegak di sana tanpa bergerak, mengamati kobaran api.

Dia menggigit bibir bawahnya begitu keras hingga mengeluarkan darah.

Nyala api menyala rendah seperti matahari terbenam.

Bocah itu berbalik dan berjalan diam-diam pergi.”

 

Saya tidak pandai membaca gestur dan ekspresi manusia. Tapi kalau Jepang menjadikan foto ini sebagai simbol perdamaian karena melihat penderitaan yang  melalui foto itu, saya justru lebih banyak bocah ini sedang memperlihatkan kekuatannya. Maksud saya, ia memperlihatkan hati yang kuat.

 

Bayangkan, ada setidaknya 129 ribu jiwa dinyatakan tewas dengan dampak lanjutan sekitar 90 ribu – 146 ribu orang di Hiroshima dan 39 ribu – 80 ribu di Nagasaki meninggal 4 bulan pertama setelahnya (Wikipedia). Bapak dan mama si bocah sangat mungkin adalah dua dari ribuan orang Nagasaki yang sedang bekerja di pabrik atau di pasar ketika bom meledak. Mungkin juga saat bom meledak si bocah memang sedang menjaga adiknya di rumah mereka yang jaraknya cukup jauh dari pusat ledakan, tapi cukup dekat bagi radiasi nuklir untuk membunuh adiknya yang masih bayi. Karena menurut sebagian literatur, setelah foto itu berhasil dibuat dalam versi berwarna para dokter mengidentifikasi tanda-tanda mata si bocah telah terkena dampak radiasi yang cukup kuat. atau mungkin juga kejadian lain yang lebih ngeri dari itu.

 

Si bocah kehilangan orang-orang yang dia cintai. Tubuhnya yang kecil harus menanggung beban emosional yang demikian hebat. Satu-satunya yang tersisa adalah jasad adiknya, saudaranya, orang yang dalam dagingnya mengalir darah yang sama dengan yang dia punya. Entah apa yang ada di dalam pikiran dan perasaannya saat itu. Tapi yang jelas, dia sudah menalan rasa sakitnya dalam-dalam demi mengantar orang yang dia cintai itu ke kediaman terakhirnya yang paling pantas.

 

Orang-orang yang kita cintai adalah booster.

***

 

ADA juga kisah cinta yang lain dari lereng Semeru pada Desember 2021 lalu.

 

"Tadi pagi kan saya cari adik ipar sama ponakanku. Pas bongkar rontokan tembok dapur, terus tangannya kelihatan dan langsung kami bersihkan dan dibawa ke rumah untuk dimakamkan." kesaksian Legiman, orang yang pertama kali menemukan jasad Rumini (28) dan Salamah (71) (kompas.com).

 

Saat gunung tertinggi di tanah Jawa itu meletus Rumini sebenarnya bisa saja lari meninggalkan rumah untuk menyelamatkan diri. Tapi itu artinya Rumini juga akan meninggalkan ibunya yang rentan dan sudah tidak sanggup berjalan. Rumini adalah seorang istri dan juga ibu. Dia jelas punya banyak orang untuk dicintai. Tapi di detik-detik bencana itu terjadi, kalkulasi pikiran dan perasaannya mungkin melihat cinta kepada sang ibu sedang dalam kondisi yang sangat mendesak. Rumini memutuskan tetap menemani - cintanya - ibunya di dalam rumah di saat semua orang sedang berlari menjauhi Semeru. Rumini dan ibunya kemudian ditemukan tertimbun abu vulkanik setebal 2 meter dalam posisi saling berpelukan.

***

 

KENYATAANNYA, kita hidup untuk apa yang kita cintai.

 

Orang muda boleh saja punya daftar cita-cita yang panjang. Tapi begitu dia menikah dan punya anak, praktis, cita-citanya tinggal satu: kebahagiaan anaknya. Semua usaha akan diarahkan kesana, mengesampingkan dirinya sendiri. Ini banyak terjadi, silahkan cek sendiri pada kakak atau tetangga anda yang sudah lebih dulu menikah.

 

Tukang parkir di warkop dekat kantor pernah bercerita kepada saya. Katanya, dia selalu menunggu hari jumat karena hari itu selalu ada saja orang baik yang bagi-bagi makanan gratis. “Tapi bukan buat saya, bang. Saya lihat itu enak-enak, sih, tapi selalu saya simpen buat istri ama anak. Saya mah warteg aja udah cukup, alhamdu lillah.” Katanya, ia selalu puas dengan senyum anak dan istrinya yang selalu menerima apapun yang ia berikan.

 

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, jika kalian kalian pernah nonton wawancaranya di Kick Andy, pernah menuturkan alasannya maju sebagai Presiden di tahun 1999. Andy heran mengapa Gus Dur yang menurutnya lebih pantas menjadi Guru Bangsa itu malah mau menceburkan diri ke urusan politik yang tidak jelas.

“Saya diperintah oleh 5 orang sesepuh saya. Itu saja. Kalau memerintahkan apa saja (termasuk untuk) masuk api, (maka saya akan) masuk api.” Jawab Gus Dur santai.

“Tanpa perlu berpikir?”

“Tanpa perlu berpikir!” tegas Gus Dur.

 

Gus Dur pasti sangat mencintai sesepuhnya, gurunya. Hidupnya hanya untuk menjalankan perintah gurunya.

 

Kenyataannya, kita memang hidup untuk apa yang kita cintai. Semakin besar objek cinta itu, semakin besar usaha untuknya. Bayangkan anda sedang bercerita dengan tetangga di depan rumahnya dan tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Anda segera lari masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian anda sadar telah melupakan pulpen anda di halaman rumahnya. Apakah anda akan berlari keluar untuk mengambilnya?

Samakan ilustrasinya, hujan deras dan anda lupa membawa masuk sesuatu ke dalam rumah. Tapi objeknya kita ganti. Bukan pulpen, melainkan naskah skripsi atau laporan tahunan kantor. Saya hampir yakin semua orang akan melakukan hal yang sama: basah demi menyelamatkan naskah skripsi atau laporan kantornya. Mengapa usaha untuk ini lebih besar dari usaha untuk pulpen? Karena naskah skripsi itu sangat berharga. Semakin besar objek cinta itu, semakin besar usaha untuknya.

***

 

RUPANYA apa yang kita cintai juga menentukan tujuan hidup. Mengarahkan kepada apa kita bersemangat. Orang-orang yang cinta pada ilmu akan menghabiskan waktunya menjadi guru yang ikhlas. Orang yang cinta pada gelar juara akan hidup menjadi petarung. Dan anak yang suka pada pretasi akan menghabiskan malam-malamnya dengan belajar.

 

Hati-hati jatuh cinta karena ia mengarahkan kepada apa kita bersemangat, maka jangan jatuh cinta pada uang agar saat menjadi pejabat anda tidak korupsi. Jangan juga jatuh cinta pada pornografi karena anda akan menghabiskan waktu dengan masturbasi. Jatuh cinta pada narkoba jelas akan membikin kita menjadi pecandu. Segeralah jauhi tetangga yang cinta pada kegagalan orang lain biar hidupmu tidak penuh dengan nyinyir atas keberhasilan orang-orang. Akhiri juga pertemanan mu di media sosial dengan akun-akun yang suka pada desas desus biar timelinemu tidak penuh dengan hoax.

***

 

MILIKILAH seseorang untuk cintai. Sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan mati-matian. Anda akan bertahan hidup.

 

Ada sangat banyak contoh untuk ini. Dalam “Doa Pengobral Dosa”, Iwan Fals bercerita tentang doa seorang perempuan “Habis berbatang-batang tuan belum datang - Dalam hati resah menjerit bimbang - Akankah esok hari anak-anak ku dapat makan - Oh Tuhan beri setetes rejeki.

 

Cinta menjadi rumus bertahan hidup yang paling ampuh. Yang membikin bapak berani ambil resiko kerja bergelantungan menjadi teknisi tower/menara yang tingginya puluhan sampai ratusan meter. Yang membikin mama rela bekerja menjadi TKW di luar negeri untuk biaya sekolah anaknya di kampung. Tanpa bermaksud mendiskreditkan, tentara hari ini mungkin sudah punya gaji. Tapi mereka yang hidup di zaman penjajahan dulu benar-benar berani dan rela mati bergerilya mempertahankan tanahnya.

 

Saya kenal seorang PNS berumur 50an yang beberapa tahun lalu sering mendapat panggilan tugas di luar daerah. Jaraknya cukup jauh, ratusan kilometer. Medannya juga harus menyebrangi laut dan beberapa kali mengganti angkutan darat. Kadang, jika urusan dinasnya selesai sore atau malam, teman-teman tugasnya memutuskan untuk menginap di kota saja dan akan pulang besok pagi. Selain karena angkutan umum yang sulit didapat saat malam, juga karena harus menyeberangi laut. Tapi orang ini berbeda. Meskipun sendiri, dia selalu memutuskan untuk pulang saat itu juga, bagaimanapun caranya. Katanya “saya, kan, ada rumah di kampung”. Tempat pulangnya yang paling nyaman, istri dan anaknya, saya pikir.

 

Alan Sapda / Oktober 2022

 

_Imma rip this shit, till my bones collapse_ Eminem

Komentar

Postingan Populer